Jamming Josie
Hari-hariku di SMA Negeri 11
Semarang makin menyenangkan. Teman baru, suasana baru, dan tentunya kegiatan
yang baru.
Apalagi dikelas
juga ada teman-teman yang sepandangan denganku, mungkin ada juga yang pasif
juga cuek., Bagusnya banyak cara buat nyatuin komunitas kelas.
Ditambah
lagi,adanya teman-teman yang mampu mencairkan suasana.
Di belakang kelas, ada tempat buat kongkow, yang biasanya digunain anak-anak buat nongkrong bareng, bercanda, juga bermain
gitar. Terkadang ada teman sekelas yang membawa gitar ke sekolah. Sehingga
ketika jam istirahat tiba, anak-anak pada kumpul di belakang. Terkadang ada aja yang tiduran, cuma duduk dengerin cerita temen juga ada. Bagiku,
hal seperti inilah yang membuat teman-teman dikelas dapat memperbaik komunikasi.
Bermanfaat banget, deh!
Seperti biasanya, Albanes Jovi kalo
ga Hafidz Sangga, bila ada yang membawa gitar, mereka mainin tuh. Lagu yang mereka bawain
biasanya Avenged Sevenfold, dalam track
Dear God, Seize the Day, dan beberapa track
yang aku kurang kenal. Sesekali Jovi juga memainkan track-nya Green Day,
seperti American Idiot, Wake Me Up When September Ends, juga beberapa track lainnya. Kalo lagu yang dimainin lagi booming atau familiar, teman-teman
yang lagi nongkrong bareng sing along
bersama. Tambah semangat deh
nyanyinya kalo rame-rame, apalagi
yang perempuan ikut! Berawal dari hal yang sepele tapi seru tersebut, aku dan Nanda Agus
punya ide.
"Bagaimana
kalo kita coba latihan di studio?" Kata Nanda.
"Ngejam
gitu maksudmu?" Tanyaku.
"Apalah istilahnya,
yang penting indehoy di studio." Jawab Nanda sambil bercanda.
"Najis
loe.hahaha." Potong Jovi yang dengerin aku sama Nanda lagi ngomong disampingnya.
Hafidz pun
menyanggupi,dia pengen main gitar.
"Kamu
pegang apa,dhi?", tanya Jovi kepadaku.
"Kita liat
dulu,ntar.Biasanya sih pegang drum", jawabku.
Sebenernya,
disekitar kami berempat duduk, juga ada Tyas Putranto sama Jafar Sodiq. Tapi
kelihatanya mereka kurang tertarik dengan apa yang kami rencanain.
"So,dimana
kita bakalan ngejam, nih?"tanyaku. "Aku kurang tau dimana studio disekitar
sini." aku menambahi.
Hafidz menjawab,
"Main di studio deket rumahku aja."
"Boros, bos." tukas Nanda.
"Mending
main dirumahku aja, ada alatnya." lanjut Nanda.
Sepulang sekolah, kita
berempat kumpul bentar di parkiran
motor. Berhubung Hafidz ma Jovi ga bawa motor, Aku ma Nanda siap tebengin
mereka. Jadinya kita berempat OTW
menuju rumah Nanda. Karena Hafidz ma
Jovi ga bawa helm, kita berjalan
menyusuri gang-gang sempit di daerah Cinde. Dalam perjalanan, banyak
jalan-jalan kecil yang kupikir belum pernah melewatinya selama tinggal di
daerah Tanah Putih.
Akhirnya setelah melewati
medan beberapa tanjakan dan turunan, sampailah kita pada rumah Nanda. Aku
akhirnya baru sadar, ternyata rumah Nanda hanya berjarak dua gang setelah
rumahku di Tanah Putih. It’s a damnthing,
i thought. Kita beristirahat sebentar, sembari membantu Nanda menata
alat-alat musik yang berada di kamar. Ada drumset Tama, dua gitar Ibanez, satu
bass Fender, sebuah keyboard Rolland, beberapa mic wireless, amplifier Laney,
dan efek gitar Fender.
“Wow, f***ing things i ever had.”
Kata Jovi ketika melihat peralatan-peralatan tersebut.
“Jack, kamu punya studio, yo?” Tanyaku ke Nanda.
“Ga bos, ini semua disewakan,
bokapku ‘kan punya bisnis rias pengantin juga persewaan sound system.” Jawab Nanda.
“Bokapmu perias pengantin?!hahahaha.” Sewot Jovi sambil mengejek Nanda.
“.......”
Ruang di bagian depan kita
tata. Disulap menjadi mini studio
gitu. Sound system ditata, drumset
disusun rapi menyondong ke arah pintu. Di belakang drumset ada komputer dan
sound monitor. Gitar dan bass ditata di depan drumset.
‘Ini luar biasa, kita bisa rekaman di studio dadakan ini, masa depan band
cerah.’ pikirku dalam hati.
Siang itu kita sedang
menyelaraskan chemistry bermain musik
(baca= tak beraturan). Nanda ingin memainkan musik pop, sedangkan Jovi ingin
memainkan musik pop-punk. Hafidz memainkan rock-beat, sementara aku ingin
memainkan new wave ala Angels and Airwaves. Jovi memainkan gitar dengan penuh
ketidak-peri-kegitaran. Kadang Ia bertukar posisi bass dengan Hafidz. Sedangkan
aku, beradaptasi dengan tatanan drumset yang ga biasa. Lagu yang dibawakan pun
masih sedikit, yang sekiranya lick
sama drumbeatnya mudah, kita mainkan.
Sore pun menjelang, ga terasa karena kita sibuk bermain
musik. Banyak hal baru yang kita lakuin
hari ini. Mulai dari bermain musik, mengakrabkan diri, bercanda, hingga
menyatukan chemistry bermusik. Tak
dikira ini merupakan awal bagus sebuah persahabatan, juga sebuah parodi musik.
‘Awal sebuah parodi band, yang kemudian terbentuk
dengan-sangat-tidak-serius. Haha’ Pikirku.
Entah tanggal berapa awal
kita nge-jam bersama itu, aku lupa
tanggalnya. Tetapi aku tetap menganggap hal tersebut adalah awal kita membentuk
sebuah band, sebuah perkumpulan yang memiliki hobi bermusik, meskipun belum
memiliki nama saat itu. Ini adalah awal pembentukan Jackass Josie, nama yang
kita bawa kemudian hari. (Adhi Kurniawan)
yeahh
BalasHapus